Jakarta - Dirjen Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM, Ahmad Ramli, menilai pembajakan software komputer di Indonesia tak sebesar yang ditudingkan asing. Menurutnya, angka 87% pembajakan masih bisa diperdebatkan. Bahkan ia menilai, angkanya tak lebih dari 30%-40%.
"Untuk program komputer, mereka bilang kita 87% pembajakannya. Angka 87% itu masih sangat debatable. Kalau mau jujur, apa industri perbankan mau pakai software bajakan? Mereka pasti takut crash, dan itu akan merugikan mereka sendiri," kata Ramli di kantor Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta, Senin (11/2/2013).
Selain industri perbankan, Dirjen HKI juga meyakini banyak industri lain di Indonesia yang lebih memilih menggunakan software original, misalnya saja industri telekomunikasi.
"Kalau dikatakan 87% itu bajakan, saya ingin mengoreksi angka itu. Karena, industri telekomunikasi pasti original, begitu pun perbankan. Dan itu nilainya tinggi sekali dibandingkan dengan masyarakat yang menggunakan bajakan untuk perorangan.
"Kita tidak boleh membandingkan dengan satu bank dengan satu orang personal yang mengetik dengan software bajakan. Nilainya terlalu jauh. Kami yakin bahwa masih banyak yang menggunakan original," papar Ramli.
Sebagai orang akademisi, Ramli yang mengajar di sebuah universitas ini menilai tingkat pembajakan di kampus-kampus juga mulai turun seiring dengan banyaknya program kerja sama antara vendor software dengan universitas.
Kampus sudah banyak yang bikin agreement dan sudah banyak yang membudayakan untuk beli software original. Jadi bisa dibilang, angka pembajakan itu relatif rendah saat ini. Kalau software sudah murah dan nggak ada yang beli, angkanya otomatis turun. Mungkin sekarang cuma 30%-40% saja," pungkasnya.
( rou / ash )
Tetap update informasi di manapun dengan http://m.detik.com dari browser ponsel anda!