Gaung Esia, diakui Eka, beberapa waktu belakangan memang kurang terdengar lagi suaranya. Termasuk untuk urusan kampanye marketing di media massa, jauh lebih senyap dibandingkan operator lain.
Nah, kini setelah mendapat bos baru, Esia pun sudah bersiap untuk melakukan penyegaran. "Bukan rebranding, tapi redefinisi. Make it excited lagi. Kita sekarang lagi melakukan sejumlah riset, dan telah menyiapkan sesuatu yang baru," ujar Eka, dalam diskusi terbatas dengan beberapa media di Setiabudi One, Jakarta, Senin (29/4/2013).
Eka memang tidak mengungkap secara gamblang soal penyegaran yang bakal dilakukan terhadap brand Esia. Yang pasti, operator CDMA itu ingin menjajakan produk yang diinginkan pengguna.
Selain itu, Eka juga telah menyoroti soal peluang melakukan efisiensi organisasi BTel serta membawa Esia kembali ke 'akar' bisnisnya.
"Initinya kembali ke visi dan misi Esia, kembali ke root dari CEO kita. Yakni ingin menyediakan layanan berkualitas dan terjangkau bagi seluruh masyarakat Indonesia," imbuhnya.
Kembali ke akar yang dimaksud Eka salah satunya adalah dengan fokus kembali ke layanan voice dan SMS yang menjadi andalan mereka. Dengan ini, diharapkan bakal menarik lagi pengguna Esia yang kabur.
"Gain back (merebut-red.) pengguna kita lagi itu lebih mudah ketimbang mengambil pengguna baru. Karena setidaknya mereka sudah pernah merasakan layanan kita," tukas Eka.
Setelah punya modal kuat dengan jumlah pelanggan, baru Esia siap lepas landas ke step berikutnya. Yakni menggaet pasar menengah ke atas lewat produk bundling smartphone.
"Jadi perubahan yang kita lakukan itu step by step. Tidak ikut-ikutan kompetitor, kita harus fokus. Kalau konsumen dikasih banyak itu malah bikin mereka bingung. Setidaknya persiapan 'lepas landas' ini akan berlangsung sampai akhir tahun 2013," Eka melanjutkan.
Mantan eksekutif Nokia, Samsung, dan BlackBerry ini pun optimistis dengan peluang Esia untuk dapat lebih 'bersuara' di kancah telekomunikasi Indonesia.
"Esia is a brand, BlackBerry is a brand. Semua brand itu punya target market dan positioning masing-masing. Jadi semua brand itu punya value di mata target marketnya, saya pun harus tahu siapa target market saya," tandasnya.
Rapor Minor 2012
Sebelumnya, BTel dilaporkan mengalami kerugian sebesar Rp 3,13 triliun di 2012. Nilai kerugian ini naik tinggi dibandingkan 2011 yang sebesar Rp 782 miliar.
Direktur Utama Bakrie Telecom Jastrio Abi mengatakan, sepanjang 2012, omzet atau pendapatan perusahaan mencapai Rp 2,97 triliun. Pendapatan ini turun 6,9% dibandingkan 2011 yang sebesar Rp 3,19 triliun.
Di tahun 2012, pendapatan dari bisnis voice berkontribusi sekitar 50,8% atau sebesar Rp 1,51 triliun. Sedangkan bisnis data tumbuh 142% dari Rp 143 miliar di tahun 2011 menjadi Rp 346 miliar di akhir 2012.
"Kami gembira bahwa pendapatan dari bisnis data terus mengalami pertumbuhan. Hal ini tentunya sejalan dengan tren industri telekomunikasi yang mulai mengarah ke bisnis data," jelas Abi dalam siaran pers.
Pada 2012, rata-rata pendapatan per pelanggan (blended ARPU) BTEL juga mengalami kenaikan dari Rp 20 ribu per bulan menjadi Rp 21 ribu per bulan. Adapun total pelanggan BTEL di akhir tahun 2012 mencapai 11,66 juta pelanggan.
(ash/rou)