Jakarta - Sejak zaman prasejarah, manusia telah memakai gambar untuk mengkomunikasikan pesan dan merekam berbagai peristiwa. Goa-goa kuno didekorasi dengan penggambaran tentang aktivitas berburu, seperti lukisan tangan dan binatang di Maros, Sulawesi Selatan, dan Gua Sangkulirang di Kalimantan.
Faktanya, lebih dari 40 ribu tahun setelah lukisan gua tertua diciptakan, alih-alih ditinggalkan, gambar dan kemampuannya untuk menyampaikan pesan yang kompleks, sebenarnya justru sedang bangkit sebagai metode dasar komunikasi dalam dunia, meski masih multibahasa.
Tak mengejutkan bahwa gambar sekali lagi digunakan sebagai alat berkomunikasi, dan secara signifikan, membangun komunitas di dunia yang semakin tergantung pada jaringan sosial.
Tak seperti bahasa tulisan, jejaring sosial atau gambar, tak terbatas pada batas-batas geografis. Ini berarti bahwa komunitas bisa berkomunikasi lintas batas, membentuk relasi, dan melakukan kontak yang berdasarkan kesukaan dan minat yang dishare, yang sebelumnya tidak mungkin bila hanya mengandalkan bahasa.
Kemampuan sharing ide, mengatur susunan gambar, lantas merekomendasikannya pada skala yang jauh lebih besar daripada sebelumnya, telah menghasilkan peluang bisnis yang menarik.
Industri periklanan dan pemasaran, yang tahu betul dampak positif sebuah gambar pada saluran tradisional, sekarang sedang mengeksploitasi popularitas aktivitas share gambar melalui jejaring sosial. Berkomunikasi melalui gambar juga melahirkan peluang bagi industri ritel, khususnya e-commerce, untuk menembus pasar yang baru.
Fenomena Pinterest
Jejaring sosial berbasis gambar memungkinkan pengguna mendapatkan pendekatan industri ritel yang lebih kolaboratif -- belanja di jejaring sosial, membandingkan trend dan ide, serta menanyakan pendapat -- dan ini adalah komunitas di mana perempuan adalah pengadopsi awalnya.
Konsumen memakai 'Like' di Pinterest untuk bernavigasi, mengatur, dan memandu pengguna memilih di antara pilihan produk-produk online yang jumlahnya terus bertambah.
Faktanya, tak seperti pengadopsian teknologi tradisional, jejaring sosial berbasis gambar cenderung didominasi oleh pengadopsi awal perempuan -- 97 persen fan Facebook-nya Pinterest global adalah perempuan.
Di Indonesia, berdasarkan data Ipsos bulan Maret 2012, saat ini 83 persen pengguna internet mengakses jejaring sosial, dan minat pada Pinterest meningkat secara khusus dalam dua tahun terakhir. Saat ini, total orang Indonesia yang menggunakan Pinterest mencapai 0,7 persen dari total 22,3 juta pengguna Pinterest global.
Indonesia dinilai sebagai pasar yang menjanjikan bagi Pinterest, yang telah disuntikkan modal USD 100 juta oleh Rakuten pada pertengahan tahun ini. Indonesia dipandang sebagai negara sosial media dan dengan gambar, Pinterest dapat membawa informasi secara lebih cepat dan lebih efisien ketimbang pesan teks.
Sangat signifikan bagi peritel dan pemilik toko online, bahwa audiens Pinterest mencurahkan perhatian yang sama besarnya antara berbelanja dan melihat gambar: sebanyak 80% dari 15 kategori teratas di situs itu terkait dengan e-commerce, dan bila dibandingkan dengan jejaring sosial lainnya, Pinner – sebagaimana pengguna Pinterest akrab disebut – cenderung lebih royal membelanjakan duitnya.
Nilai pesanan barang rata-rata di Pinterest sejauh ini adalah yang tertinggi dibandingkan semua trafik belanja berbasis jejaring sosial lainnya.
Berdasarkan data yang direkam antara Januari dan Agustus tahun ini di Amerika Serikat, pengguna Pinterest rata-rata membelanjakan USD 179,36 per pesanan, yang nilainya 160% lebih besar dibandingkan Twitter (USD 68,78), dan hampir dua kali pengguna Facebook (USD 80,22).
Sebagai tambahan, Bizrate mencatat bahwa 32% pebelanja online berbelanja berdasarkan apa yang mereka lihat di Pinterest atau situs berbagi gambar lainnya.
Semua ini semakin membuktikan bahwa jejaring sosial berbagi gambar menawarkan bagi industri ritel peluang sempurna untuk berhubungan langsung dengan audiens, yang terbukti bernilai tinggi.
Pentingnya Pencarian
Sebelumnya, peritel kecil atau yang baru harus berjuang keras untuk mendapatkan perhatian konsumen, dibandingkan merek besar atau yang sudah terkenal.
Di sisi lain, meskipun fakta bahwa rata-rata konsumen yang terkoneksi ke dunia maya bisa mengakses seluruh dunia ritel online, mereka masih akan menemukan diri mereka berbelanja di SOGO, Golden Truly, Matahari, dan sebagainya.
Tapi penemuan jejaring sosial telah membuka lahirnya peluang bagi brand yang kurang terkenal untuk ikut disoroti oleh khalayak online. Meski search engine bisa memberikan cara tercepat dan termudah bagi pebelanja untuk membeli produk yang sudah diincar, situs seperti Rakuten.co.id justru memberikan pengalaman 'belanja mencari' seperti di pasar, department store atau bazaar.
Zaman baru e-commerce ini adalah tentang berbelanja yang amat menghibur dan ini menggambarkan peluang signifikan bagi peritel online.
Maksimalisasi Peluang
Ada peluang dengan pertumbuhan pebelanja dan nilai transaksi e-commerce di Indonesia, di mana menurut studi dari Sekolah Ekonomi Harvard, rata-rata pebelanja online Indonesia menghabiskan USD 256 per tahun.
Studi yang sama juga mendapati bahwa populasi pebelanja online mencapai 5%- % dari total 55 juta pengguna internet Indonesia, atau setara dengan 2,8 juta sampai 4,4 juta pengguna.
Memaksimalkan peluang adalah soal mendapatkan gaya komunikasi yang benar: Pinterest dan jejaring sosial yang serupa tidak memiliki platform yang spesifik bagi brand, yang artinya gaya profilnya lebih personal dan kurang menyerupai bisnis.
Berikut adalah langkah-langkah praktis yang bisa diikuti jika ingin sukses:
-. Format Board menyokong pengaturan gambar dan pengguna harus memiliki sensasi desain estetika, jadi kuncinya adalah kreativitas.
Pengguna akan mem-follow Board yang tak hanya berbagi interest, tapi juga bagaimana penampilannya -- gambar yang dipotret dengan baik dan menarik akan menarik mata serta follower. Merchant harus memastikan mereka memaksimalisasi peluang estetika itu untuk mendorong datangnya audiens yang banyak.
-. Dibandingkan dengan jejaring lain, pengguna Pinterest kelihatannya lebih memilih untuk menambah informasi tentang gambar.
Riset terkini menunjukkan bahwa gambar produk dengan label harga menerima lebih banyak 'Likes' daripada yang tidak – 1,1 'Likes' per gambar tanpa tag harga dibandingkan dengan 1,5 'Likes' atau terjadi peningkatan 36 persen kalau disertai tag harga.
Ini medium yang sempurna bagi peritel kecil yang mencari etalase depan yang baru atau menambahkan yang ada, sehingga peritel tak perlu malu memasukkan detil seperti itu.
-. Sebagai tambahan, peritel harus memastikan bahwa mereka 'mejeng' di kategori yang tepat. Kelompok kategori yang populer seperti perhiasan, aksesoris, dan barang-barang mewah, juga bunga, hadiah, dan kartu ucapan selamat.
Tapi sebetulnya pilihannya tak terbatas. Yang penting adalah memastikan bahwa Board mereka terlihat di kategori yang tepat, bahkan kalau memungkinkan berada di kategori yang populer. Ini akan memastikan produk dilihat oleh audiens yang tepat pula.
-. Hal terakhir, tapi tak kurang pentingnya, peritel mesti memelihara perspektif yang sehat. Soalnya, jejaring berbasis gambar ini amat dipercaya dan dijalankan oleh konsumen, utamanya karena mereka tidak dikendalikan atau didominasi oleh brand tertentu.
Merchant harus tetap sensitif pada elemen komunitas dan lebih melibatkan diri secara signifikan ketimbang sekadar mem-pin beberapa gambar.
Mem-pin ulang gambar orang lain, sebagaimana juga memberi Like, atau berinteraksi dengan gambar dan Board yang lain, akan memberikan konteks pada Board milik merchant itu dan melibatkannya dalam komunitas yang lebih luas, dan pada akhirnya meningkatkan popularitasnya.
Ritel dengan Gambar Sempurna
Tahun-tahun belakangan ini e-commerce secara global telah didominasi sebuah model bisnis yang tak seluruhnya men-support merchant dan peritel. Kebanyakan platform atau jejaring commerce saat ini berusaha jadi yang terdepan soal relasi konsumen dan yang lain melangkah lebih jauh dengan melakukan penawaran yang bertentangan dengan merchant rekanannya sendiri.
Ini membuang peluang bagi pemain kecil dan menghasilkan lingkungan belanja online yang lebih impersonal dan tak berwajah, ketimbang toko tradisional. Sebuah pengalaman yang tak menguntungkan konsumen dan merchant.
Popularitas jejaring sosial berbasis gambar diciptakan untuk mengubah itu semua, dengan memungkinkan pencarian, komunikasi, dan koneksi, memberikan konsumen cara lain untuk mendapatkan barang-barang yang ingin mereka beli dan peluang bagi merchant untuk membangun relasi yang nyata dan berarti dengan konsumennya tanpa adanya dominasi pemain besar.
Dengan bekerja lebih dekat bersama rekanan yang sama-sama memiliki visi menghibur seperti itu, serta memakai model pencarian sebagai langkah awal sebelum memutuskan untuk membeli, peritel online bisa membuat koneksi yang lebih baik dengan konsumen berdasarkan produk yang lebih spesifik.
Sehingga pada akhirnya melahirkan hubungan yang kuat, dimana tiap individu menjadi kurator menurut keinginannya sendiri. Lalu si individu akan mempengaruhi jejaringnya sendiri yang akhirnya akan menguntungkan merchant.
Kesimpulan
Pada suatu lingkungan yang mana banyak konsumen merasa terlalu didekati secara berlebihan oleh brand, bangkitnya gambar sebagai alat berkomunikasi telah menyediakan brand cara lain yang lebih interaktif untuk berkomunikasi dengan konsumen.
Nilai potensialnya adalah bahwa gambar yang teratur dengan baik bisa mendorong bisnis, baik dari segi makin dikenalnya brand atau sudut pandang komersial lainnya.
Maka benarlah kata-kata Napoleon Bonaparte, sebuah gambar lebih bernilai dari ribuan kata.
*) Penulis, Ryota Inaba merupakan Presiden Direktur dan CEO Rakuten.
( ash / ash )
Tetap update informasi di manapun dengan http://m.detik.com dari browser ponsel anda!